world of mine

This is a place to share my opinion about anything. All people may give their own comments for me.

Sunday, January 10, 2010

Canting elektronik: perkawinan teknologi dan alat tradisional


Alat yang biasa dipergunakan untuk membatik adalah canting yang berfungsi sebagai pulpen atau alat untuk membuat motif di atas kain. Secara tradisional, pembuat batik menggunakan canting untuk menyendok lilin cair yang panas, yang dipakai sebagai bahan untuk melapisi motif batik yang kita inginkan. Membatik dengan menggunakan canting bukanlah hal yang mudah dan cepat. Hal inilah yang melatarbelakangi penciptaan canting elektronik yang merupakan perkawinan antara teknologi dan alat tradisional sehingga dapat meningkatkan efisiensi membatik.

Salah satu kreasi ini diciptakan oleh beberapa rekan mahasiswa dari Fakultas Teknik Elektro, Universitas Negeri Yogyakarta yang melakukan modifikasi dan inovasi di beberapa bagian. Canting elektronik yang mereka ciptakan memiliki tiga bagian utama, yaitu bak penampung lilin batik (malam), tangkai pemegang, dan alat kontrol suhu yang berfungsi mengontrol suhu canting.

Bagian yang terpenting dari ketiga bagian alat tersebut adalah alat kontrol suhu karena terdiri dari relai suhu lebih dan konverter AC/DC yang dapat mengontrol suhu canting agar selalu tetap. Keistimewaan lain dari canting elektronik adalah keberadaan pengaturan suhu yang dapat disesuaikan dengan jenis kain yang digunakan untuk membatik.

Kemudahan-kemudahan yang diberikan alat ini juga masih akan terus dikembangkan dan disempurnakan agar antara tubuh canting dan alat pengatur suhu berada didalam satu tempat saja, layaknya solder. Dengan adanya teknologi canting elektronik ini, semoga ke depannya dapat menarik banyak orang untuk membatik dengan kreasi motif sendiri serta berpartisipasi dalam melestarikan budaya Indonesia.

(to be published in On The Way)




Monday, July 16, 2007

Homeschooling: Sekolah Alternatif


“Anak saya masuk SD saja sudah harus pinjam sana-sini, bagaimana nanti kalau mau masuk SMP.” Demikian curhat seorang ibu yang akan memasukkan anaknya di bangku SD.

Mendengar cerita salah seorang ibu tersebut membuat saya jadi berpikir, bagaimana nasib anak-anak Indonesia di masa mendatang. Sama halnya dengan pertanyaan ibu tersebut tentang nasib anaknya yang kelak akan melangkah ke jenjang sekolah lanjutan.

Biaya sekolah kian mencekik masyarakat. Dengan ”embel-embel” beli seragam, buku, maupun alat-alat pendukung lainnya dijadikan sebagai alasan guna meminta orang tua mengeluarkan uang tambahan.

Jika anak-anak Indonesia yang tidak mampu membayar tingginya biaya pendidikan dasar tentu hal ini perlu mendapatkan perhatian beberapa pihak elemen masyarakat. Pendidikan alternatif pun dapat dijadikan sebagai solusi bagi sumber ilmu anak-anak tersebut.

Barang kali model homeschooling sederhana dapat diterapkan di lingkungan sekitar tempat tinggal anak-anak yang kurang mampu. Homeschooling yang menekankan pada kehidupan sehari-hari.

Semua tempat dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran, misalnya anak-anak dapat belajar Matematika sambil berbelanja di pasar tradisional dan bahkan mereka pun akan dapat mengenal jenis buah-buahan dan sayuran secara langsung.

Sejarah tentang homeschooling di awali dengan pada tahun 1960-an di Amerika Serikat di mana John Holt berpikir bahwa sekolah beserta segala peraturannya bukanlah tempat yang efektif untuk belajar. Pemikiran ini juga didukung oleh Dr. Raymon Moore, seorang psikolog perkembangan dan peneliti pendidikan. Hingga pada tahun 1970-an, Holt pun menerbitkan surat kabar ”Growing Without School” (www.sekolahrumah.com).

Meskipun pada awal pemikiran ini berkembang, banyak orang yang menganggap golongan pelaku homeschooling sebagai penyendiri (isolationist), akan tetapi ternyata bentuk pendidikan ini dapat terbukti efektif dan dapat dijalankan.

Untuk sejarah homeschooling di Indonesia juga sebenarnya telah banyak di laksanakan melalui jalur pesantren yang memfokuskan pada ajaran agama Islam. Komunitas pesantren ini tidak mengikuti jalur pendidikan formal seperti halnya sekolah akan tetapi memfokuskan pada jalur non formal.

Hingga saat ini, program homeschooling di Indonesia juga telah mendapatkan perhatian dari beberapa pihak bahkan ada beberapa artis seperti Neno Warisman, Dewi Hughes dan Dick Doank yang bersama Kak Seto mendeklarasikan Asosiasi Homeschooling dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Indonesia.

Thursday, June 29, 2006

Mulai Dari Diri Sendiri


Istilah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) mulai muncul menjelang tumbangnya pemerintahan Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Dari ketiga istilah tersebut, korupsi merupakan sorotan yang lebih sering dibahas. Hingga pada masa reformasi ini, permasalahan ini kian hari semakin mendapatkan prioritas. Akan tetapi hingga saat ini, korupsi merupakan hal yang sangat sulit diberantas. Bahkan ketika pemerintah mulai banyak menggalang gerakan anti korupsi, justru sepertinya korupsi malah semakin menjamur. Yang lebih memprihatinkan lagi, fenomena di masyarakat justru menunjukkan bahwa korupsi merupakan tindakan yang wajar ada di dalam segala hal, baik dalam skala kecil maupun besar.

Bagaimana cara yang paling tepat dalam memberantas korupsi, tentu bukan merupakan hal yang mudah. Akan tetapi, sebagai warga negara, marilah kita memulainya dari diri kita sendiri. Sebelum kita ikut menuduh maupun menghujat koruptor yang kelas kakap, tentu kita juga perlu refleksi diri. Apakah kita pernah melakukan korupsi pada level RT, kelurahan atau bahkan pada saat kita bekerja dalam bidang-bidang lain? Apakah perasaan kita tenang pada saat melakukan tindakan korupsi? Apa yang kita pikirkan pada saat kita melakukan korupsi? Apakah keluarga kita akan merasa tentram dengan memakan hasil korupsi?

Hasil dari korupsi tersebut hanyalah bertahan sesaat, meskipun tidak ada orang lain yang tahu. Maka perlu kita sadari juga bahwasanya bau busuk lama kelamaan pasti akan tercium juga. Sebelum melakukan tindakan korupsi, kita perlu mempertimbangkan berbagai macam resiko. Jangan hanya berpikir kenikmatan yang sesaat. Resiko dari tindakan korupsi antara lain sifatnya yang addicted, dimana jika sudah melakukan korupsi, maka kita akan cenderung berusaha mencoba lagi dan terus mencoba hingga menjadi kebiasaan. Akan tetapi, jika sedari awal kita sudah menyatakan “say no to korupsi”, maka kita akan senantiasa terjaga dari tindakan tersebut. Marilah kita mencoba berpikir ke arah sana bersama-sama.

Thursday, May 11, 2006

Bahasa Jawa Yang Terlupakan


Fenomena di masyarakat menunjukkan semakin berkurangnya orang tua yang mengajarkan bahasa pertama bagi anak mereka dengan bahasa daerah. Mereka lebih senang mengenalkan bahasa Indonesia terlebih dahulu karena dianggap lebih mudah. Sebagaimana contoh bahasa daerah yang digunakan di Yogyakarta adalah bahasa Jawa. Sebagian besar masyarakat menganggap bahasa Jawa sebagai bahasa yang rumit dan penuh aturan.

Apa yang terlintas dalam ingatan kita tentang belajar bahasa Jawa pada saat kita SD? Apakah tentang kembang lombok jenenge menik, kembang kangkung jenenge dlongop? Sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal di SD sebaiknya kita perlu meluruskan model pembelajaran yang ada. Siswa tidak hanya diharapkan menghafalkan istilah-istilah tersebut, akan tetapi siswa juga diharapkan dapat menggunakan bahasa tersebut disertai dengan sikap yang sesuai tata krama.

Mengingat kondisi pendidikan kita yang dianggap masih mengabaikan pendidikan moral, akhlak dan budi pekerti maka pengajaran bahasa daerah yang mengusung nilai-nilai kearifan lokal dapat dijadikan sebagai alternatif pendekatan yang tepat. Selain itu, kurikulum berbasis komptensi (KBK) yang kini mulai diterapkan juga memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk mengembangkan potensi sesuai dengan kebutuhan lokal. Salah satu alternatif metode pengajaran bahasa daerah di sekolah antara lain siswa dapat diarahkan untuk belajar dengan cara yang menyenangkan. Sebagai contoh, guru dapat mengajak siswa untuk mengenal permainan tradisional berbahasa Jawa dimana siswa dapat belajar menggunakan bahasa sambil bermain. Selain itu, Yogyakarta memiliki tempat-tempat bersejarah Jawa yang dapat dijadikan sebagai alternatif tempat studi wisata bahasa Jawa. Media pengajaran yang authentic juga diperlukan supaya siswa menjadi familiar dengan bahasa tersebut. Sebagai contoh, siswa diberi tugas untuk mencermati nama-nama jalan yang menggunakan huruf Jawa.

Melalui alternatif pengajaran bahasa daerah diharapkan dapat meningkatkan nilai-nilai kearifan lokal yang mulai memudar di kalangan masyarakat.

Thursday, May 04, 2006

Surat untuk pak Amien



Yogyakarta, 27 Mei 2004
Kepada:
Yth. Bapak Amien Rais
Di Yogyakarta

Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dengan hormat,
Perkenankan saya untuk memperkenalkan diri. Nama saya Fima Rosyidah, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, FBS, UNY. Sekarang saya sudah memasuki semester ke delapan dan akan segera menyelesaikan skripsi saya.

Saya sudah mengenal nama pak Amien sejak saya duduk di kelas I SMU. Pada saat itu adalah tahun 1998. Dimana para mahasiswa sedang ramai-ramainya berdemonstrasi menentang Soeharto. Saya melihat sendiri mahasiswa ditembaki dengan peluru karet di perempatan Mirota Kampus, karena kebetulan sekolah saya berada persis di perempatan itu yaitu MAN Yogyakarta 1. Saya menangis melihat perjuangan mereka, kemudian di koran dan televisi pak Amien sering muncul dengan pernyataan-pernyataan yang sangat berani dan lugas. Saya pun mulai bertanya-tanya, siapa sih pak Amien itu? Kemudian saya bertanya dengan kakak saya yang kebetulan dosen Fisipol UMY pada saat itu. Dia mengatakan bahwa sosok pak Amien adalah seorang yang berani mengatakan yang benar itu benar dan yang batil itu batil. Semenjak saat itu, saya menjadi semakin ingin lebih mengenal sosok bapak. Proses pengenalan itu ternyata benar-benar bersambut dengan semakin banyaknya pemberitaan-pemberitaan mengenai perjuangan bapak untuk melakukan suksesi kepemimpinan. Di saat semua orang tidak pernah menggoyahkan posisi pak Harto, bapak justru memiliki keberanian yang tidak dimiliki oleh tokoh-tokoh lain. Saya melihat pak Amien sangat kritis dan obyektif dalam menanggapi segala sesuatu. Maka menjadi hal yang sangat wajar ketika kerja keras bapak dapat membuahkan hasil dengan lengsernya Soeharto dimotori oleh gerakan mahasiswa. Saya melihat, mahasiswa pada saat itu benar-benar tercerahkan dengan pernyataan-pernyataan pak Amien. Mengingat pada saat itu, pak Amien merupakan seorang akademisi, bukan praktisi politik.

Pasca reformasi, nama pak Amien semakin menanjak. Apa lagi, bapak mulai merambah pada dunia praksis perpolitikan Indonesia. Setelah Soeharto lengser, bapak tidak lagi menjadi “bulan-bulanan” Soeharto. Bapak semakin memantapkan diri dalam percaturan politik Indonesia. Partai Amanat Nasional pun segera membuahkan hasil di MPR. Terus terang, pada saat pemilihan presiden pasca Habibie, saya sangat bersyukur karena pak Amien tidak jadi menuju kursi presiden. Mengingat kondisi Indonesia saat itu tidak sebaik sekarang ini. Memang ada rasa ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan pak Amien, tapi bukan karena sangsi akan kemampuan kepemimpinan bapak melainkan karena seorang superman pun tidak akan dapat mengatasi permasalahan yang teramat sangat kompleks.

Ketika pak Amien bermain di MPR, saya benar-benar terkejut dengan sikap anda yang justru mendukung seorang Gus Dur menjadi presiden. Saya hanya berpikir sederhana saja pada saat itu, bukankah dalam politik akan selalu ada kejutan-kejutan yang pasti sudah dipikirkan secara matang oleh politikus tersebut sebagai salah satu strategi politik. Apa pun alasan pak Amien. Saya tetap yakin, anda sudah memperhitungkan segala sesuatunya. Maka tak heranlah saya ketika akhirnya dalam waktu beberapa bulan, Gus Dur pun diturunkan oleh MPR.

Diantara morat-maritnya kepemimpinan Megawati pada saat ini, masyarakat yang cerdas tidak akan menyalahkan presidennya saja. Akan tetapi seluruh elite politik yang ada disekitarnya. Maka, pak Amien juga tidak dapat lepas begitu saja dari permasalahan ini. Sebagian masyarakat menilai seorang pak Amien yang telah menjadi salah satu bagian elite tersebut cenderung lebih banyak diam. Ada apa dengan bapak pada saat ini? Adakah skenario politik yang telah dipersiapkan atau karena minoritas suara anda terlalu kecil di pemerintahan atau ada suatu tekanan dari beberapa pihak?
Akan tetapi saya tetap berusaha khusnudzon dengan sepak terjang bapak dalam jajaran pemerintah. Memang untuk mengubah suatu sistem maka seseorang perlu memasuki sistem tersebut. Saya berharap i’tikad pak Amien untuk mengubah kebobrokan sistem pemerintahan ini juga mendapat dukungan masyarakat umum. Masyarakat kini sudah mulai memperoleh pencerahan dalam mensikapi segala sesuatu. Setiap kata akan selalu diminta pertanggungjawabannya kelak.

Selain sepak terjang politik, ada satu hal yang benar-benar membuat saya kagum dengan bapak. Yaitu kepedulian bapak terhadap dunia pendidikan. Saya melihat banyak tokoh-tokoh politik di Indonesia tapi sedikit yang peduli dengan pendidikan dasar. Hal ini mungkin karena latar belakang pak Amien sebagai akademisi. Terlepas saya juga melihatnya sebagai bagian komersialisasi pendidikan, akan tetapi ini merupakan salah satu langkah konkret yang perlu diikuti oleh politikus-politikus lainnya. Mengingat pendidikan merupakan salah satu unsur penopang bangsa yang cukup tertinggal di Indonesia. Suatu bangsa akan maju jika rakyatnya mendapatkan pendidikan yang layak dan murah.

Pak Amien telah membuktikannya dengan mendirikan sekolah Budi Mulya dari tingkat TK sampai dengan SMP. Kebetulan, kemarin saya juga mengikuti Seminar Pendidikan dalam rangka launching SMP Budi Mulya. Pada kesempatan itu, akhirnya saya dapat melihat secara langsung sosok pak Amien yang benar-benar memberikan kesan pertama yang begitu mempesona. Pada saat melihat pertama, saya sempat agak kecewa dengan MC yang meminta peserta seminar untuk berdiri menghormati bapak. Asosiasi saya pada saat itu, “masak belum jadi presiden, kok sudah dihormati seperti itu”. Akan tetapi asosiasi tersebut langsung luluh, ketika pak Amien menyampaikan sambutan dan mengatakan tidak senang akan hal itu. Sosok pak Amien pada saat itu memberikan gambaran orang yang rendah hati dan apa adanya. Setiap kata yang anda sampaikan, saya cerna begitu mendalam, hingga di akhir sambutan saya pun mencatat pesan “we must do our part, and let the God do his part”. Ada pesan mendalam yang benar-benar menjatuhkan kesombongan saya pada saat itu. Sosok pak Amien yang religius, ternyata memang benar-benar nyata di hadapan saya. Memang, manusia harus berusaha semaksimal mungkin tapi Allah tetaplah sebagai penentu keputusan.

Sebagai calon presiden, saya berpendapat bahwa pak Amien telah memiliki enam pilar kepribadiaan yang dapat memajukan bangsa Indonesia. Yang pertama adalah sosok bapak yang religius. Saya yakin seorang muslim yang memahami Al Qur’an dan Sunnah Rasul, Insya Allah dapat dipercaya untuk memimpin bangsa ini. Ajaran-ajaran Islam sudah sangat menginternal pada diri bapak mengingat latar belakang keluarga dan lingkungan yang begitu dekat dengan Islam.

Pilar yang kedua adalah sosok bapak yang berani menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Dalam hal ini, saya berharap semoga pak Amien dapat tetap kritis dan obyektif dalam memberantas korupsi dan kolusi.

Kemudian pilar yang ketiga adalah mendengarkan pendapat orang lain. Dalam kondisi masyarakat yang penuh dengan himpitan permasalahan, maka seorang pak Amien dapat mengayomi mereka dengan mendengarkan suara bawah maupun atas baik dari kalangan buruh, tukang becak, pedagang kaki lima, guru bahkan dari kalangan ahli sekaligus.
Selain itu, sosok yang perlu membawa Indonesia juga haruslah konsisten dalam bersikap (istiqomah). Dalam hal ini, sosok pak Amien memiliki pilar yang keempat yaitu sebagai tokoh reformasi yang diharapkan dapat konsisten untuk melaksanakan agenda reformasi.
Dalam perjalanan seorang negarawan, sosok pak Amien juga telah memiliki pilar yang kelima yaitu memiliki reputasi internasional serta memiliki jangkauan internasional. Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu menjaga hubungan baik dengan negara lain melalui image positif dari pemimpinnya.

Besar harapan saya, semoga bapak dapat menjadi pemimpin bangsa yang dicintai oleh rakyat hingga akhir sejarah. Semoga bapak selalu mendapatkan rahmat Allah dalam setiap langkah. Selamat berjuang, pak Amien!

Wassalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh



Hormat saya,

Fima Rosyidah


PS: 1st winner in Jogja, 2004 (pra-PEMILU PRESIDEN)

Menyadari Kecerdasan Majemuk Anak



“Jangan kau didik siswa dengan kekerasan dan kekasaran” (Plato)

Anak-anak merupakan makhluk yang unik. Ada kalanya mereka bertanya dan belajar, tapi ada kalanya mereka nakal melawan orang tua. Semua itu merupakan proses pendewasaan mereka untuk menunju jenjang hidup yang lebih berumur. Semua manusia pasti mengalami fase menjadi anak-anak, entah itu masa bahagia atau justru masa yang kurang menyenangkan.


Setiap anak memiliki keunikan yang berbeda-beda. Oleh karena itu diharapkan orang tua dan pendidik dapat mengenali keunikan-keunikan tersebut dalam bentuk kecerdasan. Dahulu kita mengenal Intelligence Quotient (IQ) yang diperkenalkan oleh Alfred Binet, dimana IQ akan menentukan keberhasilan pendidikan anak. Sedangkan, pada saat ini Gardner telah mengenalkan kita dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligences) Setiap anak memiliki semua kecerdasan yang disebutkan oleh Gardner, dimana kecerdasan linguistik, logis-matematis, kinestetik-jasmani, musikal, antarpribadi, interpribadi dan naturalis diharapkan dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki manusia. Setiap anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan setiap kecerdasan yang mereka miliki dengan bimbingan orang tua dan guru. Mereka juga dapat menunjukkan kemampuan yang sesuai dengan kecerdasannya.

Seorang anak yang “bodoh” di dalam kelas, dimana selalu mendapat rangking terakhir bukanlah anak yang tidak cerdas. Setiap anak, pati memiliki kecerdasan yang disebutkan oleh Gardner. Mungkin anak yang tertinggal tersebut tidak memiliki kecerdasan logis-matematis atau linguistik yang banyak dimaksimalkan di dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kemungkinan dia memiliki kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan antarpribadi, kecerdasaran interpribadi atau kecerdasan naturalis.

Anak anda mungkin senang menulis cerpen, puisi atau juga memiliki prestasi tinggi dalam mata pelajaran menulis. Dari kecenderungannya ini, anak tersebut memiliki kecerdasan linguistik (bahasa). Tapi, jika anda pernah diberi pertanyaan oleh seorang anak seperti “mengapa langit biru” atau “dimana akhir alam semesta”, maka anda perlu menyadari bahwa anak tersebut memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mengikuti kecerdasan logis-matematisnya. Selain itu, seorang anak juga ada yang lebih senang menirukan gerakan orang lain dari pada menggambar. Jika dia senang bergerak menirukan orang lain maka ia memiliki kecerdasan kinestetik-jasmani. Kemudian, anak yang lebih senang menggambar dan menonjol dalam mata pelajaran seni memiliki kecerdasan spasial.
Setiap anak juga memiliki cara belajar yang berbeda-beda. Gaya belajar yang lebih senang diiringi musik biasanya memiliki kepekaan terhadap musik. Menurut Armstrong (2002: 31), anak tersebut memiliki kecerdasan musikal yang perlu diasah dengan memberikan aktivitas belajar melalui musik.

Salah satu cara untuk melihat kecerdasan apa yang dimiliki seorang anak, kita bisa memperhatikan mereka saat bermain. Sering kali ketika bermain, anak lebih senang sendiri atau bergabung dengan teman-temannya. Jika dia lebih senang bersosialisasi dengan teman-temannya atau bahkan belajar bersama-sama, anak tersebut memiliki kecerdasan antarpribadi. Selain itu, anak yang memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah teman sebayanya juga memiliki kecerdasan ini. Tetapi, jika anak anda lebih senang belajar dan beraktivitas sendiri, maka dia memiliki kecerdasan interpribadi. Biasanya anak tersebut memperlihatkan sikap independen dan kemauan yang kuat.

Lingkungan alam di sekitar kita bisa dijadikan sebagai objek yang menarik bagi anak yang memiliki kecerdasan naturalis. Kecenderungan anak ini akrab dengan hewan peliharaannya atau tumbuhan yang dia rawat. Jangan heran, jika anak anda senang membawa pulang tumbuhan atau hewan untuk ditunjukkan kepada keluarganya.

Dari kedelapan kecerdasan tersebut, orang tua maupun pendidik perlu untuk menyadari adanya perbedaan kemampuan anak. Dari semua kecerdasan ini, anak dapat diarahkan sesuai dengan kecerdasan yang ia miliki. Sekolah, sebagai institusi yang mewadahi pendidikan perlu mempertimbangkan kecerdasan yang dimiliki anak supaya mereka dapat memperkuat kecerdasan yang mereka miliki.

Friday, April 28, 2006

MENGHARGAI KEUNIKAN ANAK



Setiap anak memiliki keunikan yang berbeda-beda. Oleh karena itu diharapkan orang tua dan pendidik dapat mengenali keunikan-keunikan tersebut dalam bentuk kecerdasan. Dahulu kita mengenal Intelligence Quotient (IQ) yang diperkenalkan oleh Alfred Binet, dimana IQ akan menentukan keberhasilan pendidikan anak. Sedangkan, pada saat ini Gardner telah mengenalkan kita dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligences) Setiap anak memiliki semua kecerdasan yang disebutkan oleh Gardner, dimana kecerdasan linguistik, logis-matematis, kinestetik-jasmani, musikal, antarpribadi, interpribadi dan naturalis diharapkan dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki manusia. Setiap anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan setiap kecerdasan yang mereka miliki dengan bimbingan orang tua dan guru. Mereka juga dapat menunjukkan kemampuan yang sesuai dengan kecerdasannya.

Seorang anak yang “bodoh” di dalam kelas, dimana selalu mendapat rangking terakhir bukanlah anak yang tidak cerdas. Setiap anak, pasti memiliki kecerdasan yang disebutkan oleh Gardner. Mungkin anak yang tertinggal tersebut tidak memiliki kecerdasan logis-matematis atau linguistik yang banyak dimaksimalkan di dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kemungkinan dia memiliki kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan antarpribadi, kecerdasaran interpribadi atau kecerdasan naturalis.

Anak anda mungkin senang menulis cerpen, puisi atau juga memiliki prestasi tinggi dalam mata pelajaran menulis. Dari kecenderungannya ini, anak tersebut memiliki kecerdasan linguistik (bahasa). Tapi, jika anda pernah diberi pertanyaan oleh seorang anak seperti “mengapa langit biru” atau “dimana akhir alam semesta”, maka anda perlu menyadari bahwa anak tersebut memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mengikuti kecerdasan logis-matematisnya. Selain itu, seorang anak juga ada yang lebih senang menirukan gerakan orang lain dari pada menggambar. Jika dia senang bergerak menirukan orang lain maka ia memiliki kecerdasan kinestetik-jasmani. Kemudian, anak yang lebih senang menggambar dan menonjol dalam mata pelajaran seni memiliki kecerdasan spasial.

Setiap anak juga memiliki cara belajar yang berbeda-beda. Gaya belajar yang lebih senang diiringi musik biasanya memiliki kepekaan terhadap musik. Menurut Armstrong (2002: 31), anak tersebut memiliki kecerdasan musikal yang perlu diasah dengan memberikan aktivitas belajar melalui musik.

Salah satu cara untuk melihat kecerdasan apa yang dimiliki seorang anak, kita bisa memperhatikan mereka saat bermain. Sering kali ketika bermain, anak lebih senang sendiri atau bergabung dengan teman-temannya. Jika dia lebih senang bersosialisasi dengan teman-temannya atau bahkan belajar bersama-sama, anak tersebut memiliki kecerdasan antarpribadi. Selain itu, anak yang memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah teman sebayanya juga memiliki kecerdasan ini. Tetapi, jika anak anda lebih senang belajar dan beraktivitas sendiri, maka dia memiliki kecerdasan interpribadi. Biasanya anak tersebut memperlihatkan sikap independen dan kemauan yang kuat.

Lingkungan alam di sekitar kita bisa dijadikan sebagai objek yang menarik bagi anak yang memiliki kecerdasan naturalis. Kecenderungan anak ini akrab dengan hewan peliharaannya atau tumbuhan yang dia rawat. Jangan heran, jika anak anda senang membawa pulang tumbuhan atau hewan untuk ditunjukkan kepada keluarganya.

Dari kedelapan kecerdasan tersebut, orang tua maupun pendidik perlu untuk menyadari adanya perbedaan kemampuan anak. Dari semua kecerdasan ini, anak dapat diarahkan sesuai dengan kecerdasan yang ia miliki. Sekolah, sebagai institusi yang mewadahi pendidikan perlu mempertimbangkan kecerdasan yang dimiliki anak supaya mereka dapat memperkuat kecerdasan yang mereka miliki.

GURUKU SAYANG, GURUKU MALANG



“Terima kasihku kuucapkan/ pada guruku yang tulus/ kan kuingat selalu nasehat guruku/terima kasihku kuucapkan” (Syair lagu Terima kasih, guruku)

Guru merupakan salah satu penopang pendidikan terpenting di sekolah. Mereka lah yang mengajar sekaligus mendidik siswa dari kegelapan menuju terangnya kehidupan. Ketika ada seseorang yang berhasil, maka tidak dapat lepas dari siapa saja yang ikut serta membimbingnya menuju cahaya kesuksesan. Maka sudah menjadi kewajiban anak didiknya untuk menyampaikan rasa terima kasih. Bentuk rasa terima kasih tidak selalu diwujudkan dengan memberi tetapi dapat diwujudkan dengan berbagai hal. Salah satunya adalah dengan ikut memperjuangkan nasib mereka.

Apa yang ada dalam benak kita ketika mendengar “guru”. Cerita tentang nasib guru bukanlah cerita yang membahagiakan dimana mereka dapat tersenyum lebar tetapi justru lebih dekat dengan kesedihan bahkan keputusasaan. Beberapa berita yang pernah kita ketahui melalui media tidak lepas dari rendahnya gaji guru, pemotongan ilegal di daerah-daerah bahkan ada beberapa guru di pelosok daerah yang seringkali menyisihkan gaji mereka bagi siswa yang tidak mampu membayar biaya sekolah.

Sampai saat ini, pembicaraan tentang kemalangan nasib guru tidak akan pernah usai jika kita tidak memberikan alternatif penyelesaian guna mengentaskan nasib kemalangan mereka. Bukankah dunia pendidikan tidak dapat berkembang jika tidak ada guru? Siapakah guru? Banyak orang yang menyebut pekerjaan guru sebagai pekerjaan yang kurang prestigious. Bahkan pekerjaan guru seringkali dijadikan sebagai alternatif akhir dalam menjalani profesi, jika tidak dapat di terima di instansi manapun. Hal ini juga merupakan sebuah refleksi terhadap kualitas guru.

Bagaimana kualitas guru yang ada di sekitar kita. Masih ingatkah kita saat-saat masuk sekolah dan diajarkan berbagai macam pelajaran? Mungkin ingatan kita tidak dapat lepas dari guru yang mengajar kita di dalam kelas terkadang justru mendapati kita malas dan cenderung ogah-ogahan mengikuti pelajaran. Siswa cenderung lebih senang jika kelas kosong dimana guru tidak mengajar atau mungkin hanya meninggalkan tugas.

Sebenarnya ada apa dengan guru ketika mengajar di kelas? Dari beberapa cerita guru, mereka menggambarkan bahwa beban mereka terkadang terlalu berat. Beban tersebut dirasa kurang sebanding dengan perolehan gaji mereka. Beban yang dirasa berat adalah mengajarkan mata pelajaran dengan muatan kurikulum yang kurang mereka kuasai. Di tambah lagi dengan keterbatasan pemahaman mereka akan metode dan teknik mengajar. Beberapa program in-service dan training mungkin sudah banyak digalakkan di sekolah-sekolah. Akan tetapi, hal ini justru dirasa semakin menekan mereka.

Beberapa hal memang perlu kita refleksikan bersama supaya dapat mengubah nasib guru. Salah satu wacana yang berkembang di masyarakat antara lain mengubah pola peningkatan kualitas guru melalui institusi penghasil guru, sistem rekruitmen guru, serta peningkatan kesejahteraan guru.

Tuesday, April 25, 2006

about love

It’s unbelievable

Suddenly you come

Without knocking my door

You give me wonderful days

You seemed different

At first, I only smiled

Then, you always knock my door

Saying something beautiful

You are always in my side when I need

You hug me when I cry

You laugh when I am happy

You always there

Sadly, you haven’t get into my door

So, I tried to run

But, I can’t…

The path seemed too long for me

Until you knock my door again and again

Now, let me open my door for you

Just come and see me

I’ll give the best smile I ever had